Selasa, 02 Agustus 2011

tiga karung beras

Tiga Karung Beras
October 16, 2008 @ 7:02 am › agust2009
↓ Skip to comments
Ini adalah makanan yang tidak bisa dibeli dengan
uang. Kisah ini adalah
kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin,
yang memiliki seorang anak
laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia,
tinggalah ibu dan anak
laki-lakinya untuk saling menopang.
Ibunya bersusah payah seorang membesarkan
anaknya, saat itu kampung
tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca
buku, sang anak tersebut
diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya
dengan penuh kasih
menjahitkan baju untuk sang anak.
Saat memasuki musim gugur, sang anak
memasuki sekolah menengah atas.
Tetapi justru saat itulah ibunya menderita
penyakit rematik yang parah
sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah.
Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan
membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa
kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa
ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh
kg beras tersebut.
Dan kemudian berkata kepada ibunya: ” Ma, saya
mau berhenti sekolah dan
membantu mama bekerja disawah”. Ibunya
mengelus kepala anaknya dan berkata
: “Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah
senang sekali tetapi kamu
harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau
mama sudah melahirkan kamu,
pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah
pergi daftarkan kesekolah
nanti berasnya mama yang akan bawa kesana”.
Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau
mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar
sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama
kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya.
Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang
ibunya terus berpikir dan
merenung dalam hati sambil melihat bayangan
anaknya yang pergi menjauh.
Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan
nafas tergesa-gesa Ibunya
datang kekantin sekolah dan menurunkan
sekantong beras dari bahunya.
pengawas yang bertanggung jawab menimbang
beras dan membuka kantongnya dan mengambil
segenggam beras lalu menimbangnya dan
berkata : ” Kalian para wali murid selalu suka
mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini
isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira
kantin saya ini tempat penampungan beras
campuran”. Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali
meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.
Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong
beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas
seperti biasanya mengambil sekantong beras dari
kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis
yang mengerut dan berkata: “Masih dengan beras
yang sama”. Pengawas itupun berpikir, apakah
kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini
dan kemudian berkata : “Tak perduli beras apapun
yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya
harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau
tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang
sempurna.
Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa
menerimanya”.
Sang ibu sedikit takut dan berkata : “Ibu
pengawas, beras dirumah kami
semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas
itu pun tidak mau tahu dan
berkata : “Ibu punya berapa hektar tanah
sehingga bisa menanam bermacam-
macam jenis beras”. Menerima pertanyaan
seperti itu sang ibu tersebut
akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.
Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali
kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar
dengan kata-kata kasar dan berkata: “Kamu
sebagai mama kenapa begitu keras kepala,
kenapa masih tetap membawa beras yang sama.
Bawa pulang saja berasmu itu !”.
Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut
di depan pengawas tersebut
dan berkata: “Maafkan saya bu, sebenarnya beras
ini saya dapat dari
mengemis”. Setelah mendengar kata sang ibu,
pengawas itu kaget dan tidak
bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut
akhirnya duduk diatas lantai,
menggulung celananya dan memperlihatkan
kakinya yang sudah mengeras dan
membengkak.
Sang ibu tersebut menghapus air mata dan
berkata: “Saya menderita rematik
stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun
susah, apalagi untuk bercocok
tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan
mau berhenti sekolah untuk
membantuku bekerja disawah. Tapi saya
melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi.”
Selama ini dia tidak memberi tahu sanak
saudaranya yang ada dikampung
sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri
anaknya.
Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong
kosong dan bantuan tongkat pergi
kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai
hari sudah gelap pelan-pelan
kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal
bulan semua beras yang
terkumpul diserahkan kesekolah.
Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air
mata Pengawas itupun
mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu
tersebut dari lantai dan berkata:
“Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala
sekolah, supaya bisa diberikan
sumbangan untuk keluarga ibu.” Sang ibu buru-
buru menolak dan berkata:
“Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi
mengemis untuk sekolah anaknya,
maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan
itu akan mengganggu
sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan
hati ibu pengawas, tetapi
tolong ibu bisa menjaga rahasia ini.”
Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala
sekolah. Secara diam- diam
kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan
biaya hidup anak tersebut
selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian,
sang anak tersebut lulus
masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai
627 point.
Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja
mengundang ibu dari anak
ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini
merasa aneh, begitu banyak
murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa
hanya ibu ini yang
diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih
terdapat tiga kantong beras.
Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju
kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini
yang mengemis beras demi anaknya bersekolah.
Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong
beras itu dengan penuh haru dan berkata : “Inilah
sang ibu dalam cerita tadi.”
Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang
sangat luar biasa untuk naik
keatas mimbar.
Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu
melihat kebelakang dan melihat
gurunya menuntun mamanya berjalan keatas
mimbar. Sang ibu dan sang anakun
saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat
dan lembut kepada anaknya.
Akhirnya sang anak pun memeluk dan
merangkul erat mamanya dan berkata: “Oh
Mamaku………………
Inti dari Cerita ini adalah:
Pepatah mengatakan: “Kasih ibu sepanjang masa,
sepanjang jaman dan
sepanjang kenangan” Inilah kasih seorang mama
yang terus dan terus memberi kepada anaknya
tak mengharapkan kembali dari sang anak. Hati
mulia seorang mama demi menghidupi sang
anak berkerja tak kenal lelah dengan satu harapan
sang anak mendapatkan kebahagian serta sukses
dimasa depannya. Mulai sekarang, katakanlah
kepada mama dimanapun mama kita berada
dengan satu kalimat: ” Terimakasih Mama.. Aku
Mencintaimu, Aku Mengasihimu… selamanya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar