Rabu, 03 Agustus 2011

burokan (berokan)

Burokan
Burokan merupakan seni helaran yang sangat
populer di Cirebon.
Pengantar
Kemunculan seni Burokan berdasarkan tuturan
para senimannya (terutama di desa Pakusamben
Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon) berawal
dari sekitar tahun 1934 seorang penduduk desa
Kalimaro Kecamatan Babakan bernama Kalil
membuat sebuah kreasi baru seni Badawang
(boneka-boneka berukuran besar) yaitu berupa
Kuda Terbang Buroq, konon ia diilhami oleh cerita
rakyat yang hidup di kalangan masyarakat Islam
tentang perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhamad
SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
dengan menunggang hewan kuda bersayap
yang disebut Buroq. Di samping itu dalam
beberapa kesaksian orang-orang di Cirebon,
selain dalam cerita rakyat, masyarakat Cirebon
dikenalkan pula sosok Buroq ini dalam lukisan-
lukisan kaca yang pada waktu itu cukup popular
dan dimiliki oleh beberapa anggota masyarakat di
Cirebon. Lukisan kaca tersebut berupa Kuda
sembrani (bersayap) dengan wajah putri cantik
berwajah putih bercahaya. Pendek kata orang
Cirebon tak merasa asing terhadap figur Buroq
ini. Maka Kalil melalui kreativitasnya melahirkan
sebuah Badawang baru yang diberinama Buroq,
sementara keseniannya diberi nama seni genjring
Buroq. Di dalam perkembangannya dari Kalil
sampai generasi keempat seni Genjring Buroq
semakin digemari masyarakat, bahkan tersebar
ke pelbagai daerah di luar Cirebon, seperti Losari,
Brebes, Banjarharjo, Karang Suwung, Ciledug,
Kuningan, dan Indramayu. Dewasa ini Burokan
yang menonjol adalah Genjring Burok Gita
Remaja dari desa Pakusamben yang dipimpin
Mustofa (bukan keturunan Kalil) sejak 1969
sampai sekarang.
Pertunjukan Burokan
Pertunjukan Burokan biasanya dipakai dalam
beberapa perayaan, seperti Khataman, Sunatan,
perkawinan, Marhabaan dll. Biasanya dilakukan
mulai pagi hari berkeliling kampung di sekitar
lokasi perayaan tersebut. Adapun boneka-boneka
Badawang di luar Buroq, terdapat pula boneka
Gajah, Macan, dll. Di mana sebelumnya
disediakan terlebih dahulu sesajen lengkap
sebagai persyaratan di awal pertunjukan.
Kemudian ketua rombongan memeriksa semua
perlengkapan pertunjukan sambil membaca doa.
Pertunjukan dimulai dengan Tetalu lalu bergerak
perlahan dengan lantunan lagu Asroqol (berupa
salawat Nabi dan Barzanji). Rombongan
pertunjukan masih berjalan ditempat, setelah
banyak masyarakat yang datang rombongan
mulai bergerak dan semakin lama semakin
meriah karena masyarakat boleh turut serta
menari berbaur dengan para pelaku, sementara
kalau dalam acara khitanan, anak sunat dinaikan
ke atas Burok dengan pakaian sunat lengkap dan
nampak dimanjakan. Sementara anak-anak desa
yang ingin naik boneka-boneka Gajah, Macan,
Kuda, Kera, dll. Dipungut uang antara Rp.
500-1000,-. Pada saat arak-arakan, lagu-lagupun
berubah tidak lagi lagu Asroqol tetapi lagu-lagu
tarling, dangdutan, Jaipongan, seperti Limang
Taun, Sego Jamblang, Jam Siji Bengi, Sandal
Barepan, Garet Bumi, Sepayung Loroan, Kacang
Asin, Tilil Kombinasi, bahkan lagu-lagu yang
sedang popular, misalnya Pemuda Idaman,
Melati, Mimpi Buruk, Goyang Dombret dll.
Sepanjang pertunjukan Burokan, tetap boneka
Buroq lebih menarik, rupanya yang cantik, dan
gerakan-gerakan kaki para pelaku yang bergerak
mengikuti irama musik, menjadi disukai
masyarakat.
Musik pengiring Burokan
Musik pengiring Burokan biasanya terdiri dari 3
buah dogdog (besar, sedang, kecil), 4 genjring, 1
simbal, organ, gitar, gitar melodi, kromong,
suling, kecrek. Di dalam pertunjukan berfungsi
sebagai pengiring tarian juga pengiring nyanyian.
Nyanyian dibawakan oleh penyanyi pria dan
wanita, kadangkala bergiliran tergantung dari
karakter lagu yang dibawakan. Perangkat
property atau perlengkapan pertunjukan yang
terdiri dari: Sepasang boneka buroq yang
biasanya dimainkan oleh empat orang (dua di
depan dan dua di belakang), beberapa boneka
(badawang) berbentuk binatang yaitu Gajah, Kera,
Macan, Kuda, serta sering disemarakan oleh
sepasang Badut dengan kostum yang lucu.
Makna pertunjukan Burokan
Makna yang tersembunyi dibalik bentuk
pertunjukan Burokan, antara lain: Makna syukuran
bagi siapapun yang menanggap Burokan,
terutama dianggap sebagai seni pertunjukan
rakyat yang Islami; Makna sinkretis bagi yang
melihatnya dari tradisi Badawang (boneka-boneka
yang ada muncul dari cara berfikir mitis totemistik
yang berasal dari hubungan arkaistik sebelum
Islam menjadi agama dominan di Cirebon);
Makna akulturasi bagi benda yang bernama
Buroq (sebagai pinjaman dari daerah Timur
Tengah terkait dengan kisah Isra Mi’raj Nabi
Muhamad SAW yang dipercayai sebagian
masyarakat Cirebon sebagai dongeng dari
tempat-tempat pengajian yang diabadikan juga
dalam lukisan-lukisan kaca); Makna universal bagi
sosok hewan seperti Buroq, yang sebenarnya
dapat ditemukan di dalam mitos-mitos bangsa
tertentu, misalnya Yunani, terdapat pula mahluk
seperti Buroq, yakni Centaur (mahkluk berwujud
kuda bertubuh dari dada sampai kepala adalah
manusia). Di mana di dalam dunia perbintangan
dikenal sebagai rasi Sagitarius. Demikian pula bagi
bangsa Mesir, seperti kita kenal pada Sphinx.
Sumber rujukan
Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi kesenian Jawa
Barat. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa
Barat, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar