Sabtu, 13 Agustus 2011

filosofi semar


Dikalangan spiritual Jawa, Tokoh wayang Semar
ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis,
tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang
KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari
pengejawantahan expresi, persepsi dan
pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada
konsepsi spiritual.
Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut
Badranaya
* Bebadra = Membangun sarana dari dasar
* Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya : Mengemban sifat membangun dan
melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan
manusia
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar
Harafiah : Sang Penuntun Makna Kehidupan
Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan
kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang.
Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar hendak
mengatakan simbul Sang Maha Tunggal”. Sedang
tangan kirinya bermakna “berserah total dan
mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang
netral namun simpatik”.
Domisili semar adalah sebagai lurah
karangdempel (karang = gersang) dempel =
keteguhan jiwa.
Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa
jawa kuno) maknanya hendak
mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai
kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan
mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih,
untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai
dengan sabda Ilahi.
Semar itu lambang gelap gulita, lambang misteri,
ketidaktahuan mutlak, yang dalam beberapa
ajaran mistik sering disebut-sebut sebagai
ketidaktahuan kita mengenai Tuhan.
Semar berjalan menghadap keatas maknanya :
“dalam perjalanan anak manusia perwujudannya
ia memberikan teladan agar selalu memandang
keatas (sang Khaliq ), yang Maha Pengasih serta
Penyayang umat”.
Kain semar Parangkusumorojo : perwujudan
Dewonggowantah (untuk menuntun manusia),
agar Memayu Hayuning Bawono : menegakan
keadilan dan kebenaran di bumi
Ciri sosok semar adalah :
Semar berkuncung seperti kanak kanak,
namun berwajah sangat tua
Semar tertawanya selalu diakhiri nada
tangisan
Semar berwajah mata menangis namun
mulutnya tertawa
Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
Semar tak pernah menyuruh namun
memberikan konsekwensi atas
nasehatnya.. sebab dan akibatnya..
Semar sebagai seorang punakawan dalam
menasehati cucunya khas punakawan lucu
dan cerewetnya minta ampun.. sampai hal
hal terkecil diungkapkan.. hehehe..
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam
wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha
Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar,
jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu,
Budha dan Islam di tanah Jawa. Dari tokoh Semar
wayang ini akan dapat dikupas, dimengerti dan
dihayati sampai dimana wujud religi yang telah
dilahirkan oleh kebudayaan Jawa . Semar
(pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning
pati.
Gambar kaligrafi jawa tersebut bermakna :
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar
sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya
“merdekanya jiwa dan sukma”, maksudnya
dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan
keduniawian, agar dalam menuju kematian
sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa
yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora
kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane
sirna durka murkamu) artinya : “dalam menguji
budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat
mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu
menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan
hidup”
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar
ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis,
tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang
KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari
pengejawantahan expresi, persepsi dan
pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada
konsepsi spiritual . Pengertian ini tidak lain
hanyalah sebagai suatu bukti yang sangat kuat
bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah
bangsa yang Religius dan ber KeTuhan-an yang
Maha Esa.
Konon Kaki Semar adalah Kakek moyang yang
pertama dan digambarkan sebagai perwujudan
dari orang Jawa yg pertama. Karena mendapat
“tugas khusus” dari Gusti Kang Murbeng Dumadi
(Tuhan YME), maka Kaki Semar memiliki
kemungkinan untuk terus hadir dgn keberadaan
pada setiap saat, kepada siapa saja dan kapan saja
menurut apa yg dikehendaki.
Semar menganjurkan Manusia memohon dan
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Esa dengan
”Eling lan Percoyo, Sumarah lan seumeleh lan
mituhu” kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sumarah : Berserah, Pasrah, Percaya
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
sumarah , manusia di harapkan percaya
dan yakin akan kasih sayang dan
kekuasaan Gusti Kang Murbeng Dumadi,
Bahwa DIA lah yang mengatur dan akan
membrrikan kebaikan dalam kehidupan
kita. Keyakinan bahwa apabila kita
menghadapai gelombang kehidupan maka
Allah akan memberikan jalan keluar yang
terbaik bagi kita. bah gelombang kehidupan
adalah ujian untuk sebuah perjalanan
spiritualitas
Sumeleh : artinya Patuh dan Bersandar
kepada Allah Yang Maha Esa . Manusia
sebagai hamba hanya lah berusaha dan
keberhasilannya tergantung Kuasa Tuhan
yang maha Esa, maka dengan sumeleh ini
manusia di harapkan tak mudah putus asa
dan teguh dalam usahanya . Bekerja tanpa
memikirkan hasilnya.. semua kembali
kepadaNYA..
Mituhu : artinya patuh taat dan disiplin.
patuh dan mentaati setiap laranganNYA
dan disiplin dalam mengaji DIRI dan
mengaji RASA..
Satu ciri Khas Tokoh Punakawan.. yang sampai
saat ini tidak akan lenyap.. punakawan yang
selalu lucu dan nyeleneh.. Dan petuah Beliau..
Semar.. Kaki Semar.. Sang Hyang Ismaya..
Eyang Ismaya yang paling sering di ungkapkan
kepada cucunya para pejalan spiritual yang
ditemaninya adalah OJO DUMEH.. OJO
GUMUNAN.. ELING LAN WASPADA.. Bekti
Marang GUSTI ALLAH.. GUSTI KANG
MURBENG MURDADI.. Ojo Dumeh, Ojo
Gumunan, Eling lan Waspodo merupakan satu
kesatuan yang dipahami secara utuh, sehingga
manusia di harapkan menjadi Pasrah dan Yakin
Kepada Kekuasaan Tuhan serta menjadi
bijaksana, sederhana dan hati hati. Manusia
menjadi “Bisa Merasa.” Bukan ”Merasa
Bisa.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar