Sabtu, 13 Agustus 2011

empat istri

Suatu ketika ada pedangang yang kaya raya, ia
memiliki empat istri yang selalu setia
menemaninya.
Dia mencintai istrinya yang keempat dan
menganugrahinya harta & kesenangan yang
banyak. Sebab dialah yang tercantik diantara
semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang
terbaik untuk istri keempatnya ini.
Pedagang itu juga mencintai istirinya yang ketiga.
Dia sangat bangga dengan istrinya ini dan selalu
memperkenalkan wanita ini kepada teman-
temannya. Namun, ia juga selalu khawatir kalau
istrinya ini akan lari dengan pria yang lain.
Begitu juga dengan istri kedua, ia pun sangat
menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan
pengertian. Kapanpun pedagang ini mendapat
masalah, dia selalu meminta pertimbangan
istrinya ini. Dialah tempat bergantung. Dia selalu
menolong dan mendampingi suaminya melewati
masa-masa yang sulit.
Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia
adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu
membawa perbaikan bagi kehidupan keluarga ini.
Dia lah yang merawat dan mengatur semua
kekayaan dan usaha sangsuami. Akan tetapi,
sang pedagang, tak begitu mencintainya.
Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang
padanya, namun, pedagang ini tak begitu
mempedulikannya.
Suatu ketika, si pedagang sakit. Lama kemudian,
ia menyadari, bahwa ia akan segera meninggal.
Dia meresapi semua kehidupan indahnya, dan
berkata dalam hati, “Saat ini, aku punya 4 orang
istri. Namun, saat aku meninggal, aku akan
sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup
sendiri.”
Lalu, ia meminta semua istrinya datang, dan
kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya.
“Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun
dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang, aku
akan mati, maukah kau mendampingiku dan
menemaniku?” Ia terdiam,“Tentu saja tidak..“,
jawab istri keempat, dan pergi begitu saja tanpa
berkata-kata lagi.
Jawaban itu sangat menyakitkan hati. Seakan-
akan, ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris
hatinya.
Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri
ketiga. “Akupun mencintaimu sepenuh hati, dan
saat ini, hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut
denganku, dan menemani akhir hayatku? ”
Istrinya menjawab, “Hidup begitu indah disini.
Aku akan menikah lagi jika kau mati.” Sang
pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini.
Badannya mulai merasa demam.
Lalu, ia bertanya pada istri keduanya. “Aku selalu
berpaling padamu setiap kali mendapat masalah.
Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh
sekali pertolonganmu. Kalau ku mati, maukah kau
ikut dan mendampingiku?” Sang istri menjawab
pelan. “Maafkan aku,” ujarnya “Aku tak bisa
menolongmu kali ini. Aku hanya bisa
mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti,
akan kubuatkan makam yang indah buatmu.”
Jawaban itu seperti kilat yang menyambar. Sang
pedagang kini merasa putus asa.
Tiba-tiba terdengar sebuah suara, “Aku akan
tinggal denganmu. Aku akan ikut kemanapun kau
pergi. Aku, tak akan meninggalkanmu, aku akan
setia bersamamu.” Sang pedagang lalu menoleh
ke samping, dan mendapati istri pertamanya
disana. Dia tampak begitu kurus. Badannya
tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa
menyesal, sang pedagang lalu bergumam, “Kalau
saja, aku bisa merawatmu lebih baik saat ku
mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini,
istriku.”
Sahabat, sesungguhnya kita punya empat orang
istri dalam hidup ini. Istri yang keempat, adalah
tubuh kita. Seberapapun banyak waktu dan biaya
yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya
tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang.
Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada
keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita
menghadap-Nya.
Istri yang ketiga, adalah status sosial dan
kekayaan. Saat kita meninggal, semuanya akan
pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah,
dan melupakan kita yang pernah memilikinya.
Sedangkan istri yang kedua, adalah kerabat dan
teman-teman. Seberapapun dekat hubungan kita
dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama
kita selamanya. Hanya sampai kuburlah mereka
akan menemani kita.
Sahabat, sesungguhnya, istri pertama kita adalah
jiwa dan amal kita. Mungkin, kita sering
mengabaikan, dan melupakannya demi kekayaan
dan kesenangan pribadi. Namun, sebenarnya,
hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu
untuk terus setia dan mendampingi kemanapun
kita melangkah. Hanya amal yang mampu
menolong kita di akhirat kelak.
Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa dan amal
kita dengan bijak. Jangan sampai kita menyesal
dikemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar