Jumat, 22 Juli 2011

cinta langit..

aku cinta padamu
tapi aku tak mau jatuh cinta padamu
“hatiku telah mampu menerima aneka bentuk dan
rupa;
ia merupakan padang rumput bagi menjangan,
biara bagi para rahib, kuil anjungan berhala,
ka`bah tempat orang bertawaf, batu tulis untuk
Taurat,
dan mushaf bagi al-Qur’an
agamaku adalah agama cinta,
yang senantiasa kuikuti
ke mana pun langkahnya;
itulah agama dan keimananku”
(Ibnu Arabi 1165-1240 M)
BULAN September lalu dua orang teman saya
mendapat musibah. Yang satu suaminya
meninggal dunia, sedangkan yang seorang lagi
karena bercerai dari suami yang telah
memberinya tiga orang anak yang manis.
Keduanya telah melewati usia pernikahan hampir
dua puluh tahun. Tentu sangat menyedihkan bila
tiba-tiba terpisah dari orang tercinta yang telah
puluhan tahun bersama-sama menjalani suka
duka kehidupan. Selama berhari-hari dua teman
saya itu tenggelam dalam kesedihan mendalam.
Keluarga dan sahabat tak henti mendampingi dan
menasihati agar ikhlas menerima ketetapan Allah
tersebut.
Di tempat berbeda, pada suatu sore, sahabat saya
seorang wanita lajang berusia hampir 40 tahun ,
mencurahkan perasaannya. Dengan air mata
berlinang ia menceritakan kisah cintanya yang
kandas. Pacarnya pergi ke pelukan wanita lain,
padahal mereka sudah merencanakan pernikahan
tahun depan.
Tiga perempuan di atas menangis karena cinta.
Kesedihan karena keterpisahan dengan orang
yang dikasihi memang bukan perkara sederhana.
Taruhannya adalah hati dan masa depan.
Memang, di antara deretan cobaan hidup dari
Allah, yang paling berat adalah cobaan cinta
karena letak cinta di dalam hati. Ujian cinta adalah
ujian hati. Cinta, meski tersembunyi, getarannya
mampu mempengaruhi pikiran sekaligus
mengendalikan tindakan. Cinta dapat mengubah
banyak hal. Pahit jadi manis, sedih jadi
membahagiakan, derita menjadi nikmat. Bahkan,
cinta dapat membuat orang sehat menjadi sakit,
dan orang waras menjadi gila. Tentu saja, cinta
yang saya maksud tadi adalah cinta yang
orientasinya lebih kepada fisik emosi. Bukan cinta
yang dilandasi oleh keimanan kepada Allah SWT.
Ibn Arabi membagi cinta menjadi tiga bagian.
Pertama, cinta alamiah. Cinta ini muncul dari rasa
cinta jasmani saja. Cinta semacam ini biasa
muncul pada diri orang awam yang landasan
cintanya hanya sebatas perasaan lahiriah. Kedua,
cinta ruhaniah. Cinta ini bermula dari kecintaan
seseorang pada sesuatu yang tujuannya adalah
untuk sampai kepada zat yang dicintainya dan
berakhir pada penyatuan diri antara pecinta
dengan yang dicinta. Cinta jenis ini memiliki dua
unsur utama sebagai penyebab kemunculannya.
Dua hal yang dimaksud adalah jasad (fisik) dan
ruh. Ketiga, adalah cinta Ilahiah. Cinta dalam
bentuk ini hanya berhubungan dengan ruh saja
tanpa ada persinggungan dan persentuhan fisik
materi, karena segala hal yang inderawi terangkat
pada posisi non inderawi, karena pemilik cinta
tersebut melihat bahwa alam materi merupakan
sandi dan penampakan lahiriah dunia akal,
sehingga kecintaannya pada hal-hal tersebut
bermakna cinta atas segala penjelmaan Ilahi.
Menurut saya, cinta itu absurd sekaligus masuk
akal. Jatuh cinta adalah anugerah sekaligus
cobaan. Pergulatan hati, jiwa , dan akal dalam
“melawan” pesona cinta yang luar biasa,
merupakan ujian berat. Perjuangan beratnya
adalah bagaimana saya tetap mengedepankan
logika dan kesadaran spiritual ketika cinta itu
datang melanda. Saya juga terus berusaha
memakai akal sehat (ketika jatuh cinta), agar tidak
terjebak ke dalam pusaran romantisisme yang
akhirnya memalingkan hati saya dari-Nya. Belum
benar-benar berhasil, tapi setidaknya saya terus
belajar untuk itu. Kata-kata yang saya pegang
ketika saya tengah dilanda kerinduan dan
romantisme luar biasa pada kekasih saya adalah:
Kenapa demikian? Karena saya tidak mau
kehilangan perasaan cinta saya padanya, tapi
sekaligus saya tidak mau Allah cemburu dan
memisahkan saya darinya (dengan cara-
Nya).“aku mencintaimu, tapi aku tak mau jatuh
cinta padamu.”
“Cinta adalah perasaan yang bergetar,” demikian
kata penyair besar Kahlil Gibran. Tentu saja saya
sungguh yakin bahwa cinta adalah anugerah
indah dari Allah untuk mahluk ciptaan-Nya yang
paling sempurna yang bernama manusia. Tapi,
Dia pasti “cemburu” kalau kita jatuh cinta mati-
matian pada seseorang dan melupakan-Nya.
Karena itu, jatuh cintalah tapi jangan sampai
membuat eksistensi Allah di hati kita “terancam.”
Meski barangkali kita belum bisa meneladani kata-
kata penyair sufi Jalaluddin Rumi yang
mengatakan: “Cinta sejati tidak memberi tempat
kepada yang lain kecuali Dia yang satu – Kekasih
yang Maha Indah.” Namun, setidaknya kita bisa
sedikit menggubah komposisi perasaan cinta
yang bersemayam dalam hati agar tak terlalu
bergulung-gulung dan merampas habis ruang
waktu kita. Komposisi yang paling aman adalah
dengan cara menjadikan cinta sebagai energi
psikologis dan energi spiritual untuk
memperindah kanvas kehidupan kita, dan sebagai
sarana untuk meraih cinta-Nya yang sejati.
Segenap usaha tadi bisa dibarengi dengan
memanjatkan doa indah (petikan syair) Kwaja
‘Abdullah Ansari:
ya Illahi
tunjuki kami wajah-Mu
hingga kami tak memandang
selain wajah-Mu
bukalah pintu-Mu hingga kami takkan
mengetuk selain pintu-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar