Kamis, 21 Juli 2011

panguragan

Syekh Magelung Sakti dan Nyi
Mas Gandasari
Maret 10, 2011 @ 11:02 pm › abyasa2
↓ Skip to comments
Syekh Magelung Sakti alias Syarif Syam alias
Pangeran Soka alias Pangeran Karangkendal.
Konon Syekh Magelung Sakti berasal dari
negeri Syam (Syria), hingga kemudian dikenal
sebagai Syarif Syam. Namun, ada pula yang
berpendapat bahwa ia berasal dari negeri
Yaman.
Syarif Syam memiliki rambut yang sangat
panjang, rambutnya sendiri panjangnya
hingga menyentuh tanah, oleh karenanya ia
lebih sering mengikat rambutnya (gelung).
Sehingga kemudian ia lebih dikenal sebagai
Syekh Magelung (Syekh dengan rambut yang
tergelung).
Mengapa ia memiliki rambut yang sangat
panjang ialah karena rambutnya tidak bisa
dipotong dengan apapun dan oleh siapapun.
Karenanya, kemudian ia berkelana dari satu
tempat ke tempat lain untuk mencari siapa
yang sanggup untuk memotong rambut
panjangnya itu. Jika ia berhasil
menemukannya, orang tersebut akan diangkat
sebagai gurunya. Hingga akhirnya ia tiba di
Tanah Jawa, tepatnya di Cirebon.
Pada sekitar abad XV di Karangkendal hidup
seorang yang bernama Ki Tarsiman atau Ki
Krayunan atau Ki Gede Karangkendal, bahkan
disebut pula dengan julukan Buyut Selawe,
karena mempunyai 25 anak dari istrinya
bernama Nyi Sekar. Diduga, mereka itulah
orang tua angkat Syarif Syam di Cirebon.
Konon, Syarif Syam datang di pantai utara
Cirebon mencari seorang guru seperti yang
pernah ditunjukkan dalam tabirnya, yaitu salah
seorang waliyullah di Cirebon. Dan di sinilah ia
bertemu dengan seorang tua yang sanggup
dengan mudahnya memotong rambut
panjangnya itu. Orang itu tak lain adalah
Sunan Gunung Jati. Syarif Syam pun dengan
gembira kemudian menjadi murid dari Sunan
Gunung Jati, dan namanya pun berubah
menjadi Pangeran Soka (asal kata suka).
Tempat dimana rambut Syarif Syam berhasil
dipotong kemudian diberinama Karanggetas.
Setelah berguru kepada Sunan Gunung Jati di
Cirebon, Syarif Syam alias Syekh Magelung
Sakti diberi tugas mengembangkan ajaran
Islam di wilayah utara. Ia pun kemudian
tinggal di Karangkendal, Kapetakan, sekitar 19
km sebelah utara Cirebon, hingga kemudian
wafat dan dimakamkan di sana hingga
kemudian ia lebih dikenal sebagai Pangeran
Karangkendal.
Sesuai cerita yang berkembang di tengah
masyarakat atau orang-orang tua tempo dulu,
pada masa lalu Syekh Magelung Sakti
menundukkan Ki Gede Tersana dari
Kertasemaya, Indramayu, sehingga anak buah
Ki Tarsana tersebut yang berupa makhluk
halus pun turut takluk. Namun, makhluk gaib
melalui Ki Tersana meminta syarat agar setiap
tahunnya diberi makan berupa sesajen rujak
wuni. Dari cerita inilah selanjutnya, tradisi
menyerahkan sesajen daging mentah tersebut
berlangsung setiap tahun di Karangkendal.
Sosok Syekh Magelung Sakti tidak dapat
dilepaskan dari Nyi Mas Gandasari, yang
kemudian menjadi istri beliau. Pertemuan
keduanya terjadi saat Syekh Magelung Sakti
yang di kenal juga sebagai Pangeran Soka,
ditugaskan untuk berkeliling ke arah barat
Cirebon. Pada saat ia baru saja selesai
mempelajari tasawuf dari Sunan Gunung Jati,
dan mendengar berita tentang sayembara Nyi
Mas Gandasari yang sedang mencari
pasangan hidupnya.
Babad Cerbon juga tidak jelas menyebutkan
siapakah yang dimaksud sebagai putri Mesir
itu. Namun, menurut masyarakat di sekitar
makam Nyi Mas Gandasari di Panguragan,
dipercaya bahwa Nyi Mas Gandasari berasal
dari Aceh, adik dari Tubagus Pasei atau
Fatahillah, putri dari Mahdar Ibrahim bin Abdul
Ghafur bin Barkah Zainal Alim. Ia diajak serta
oleh Ki Ageng Selapandan sejak kecil dan
diangkat sebagai anak, saat sepulangnya
menunaikan ibadah haji ke Makkah.
Versi lain menyebutkan bahwa Nyi Mas
Gandasari, yang sebenarnya adalah putri
Sultan Hud dari Kesultanan Basem Paseh
(berdarah Timur Tengah), merupakan salah
satu murid di pesantren Islam putri yang
didirikan oleh Ki Ageng Selapandan.
Konon, karena kecantikan dan kepandaiannya
dalam ilmu bela diri, telah berhasil menipu
pangeran dari Rajagaluh, sebuah negara
bawahan dari kerajaan Hindu Galuh-Pajajaran
(yang kemudian menjadi raja dan bernama
Prabu Cakraningrat). Pada waktu itu,
Cakraningrat tertarik untuk menjadikannya
sebagai istri. Tak segan-segan ia pun diajaknya
berkeliling ke seluruh pelosok isi kerajaan,
bahkan sampai dengan ke tempat-tempat
yang amat rahasia. Hal inilah yang kemudian
dimanfaatkan oleh Pangeran Cakrabuana,
orang tua angkat Nyi Mas Gandasari untuk
kemudian menyerang Rajagaluh.
Ki Ageng Selapandan yang juga adalah Ki
Kuwu Cirebon waktu itu dikenal juga dengan
sebutan Pangeran Cakrabuana (masih
keturunan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Hindu
Pajajaran), berkeinginan agar anak angkatnya,
Nyi Mas Gandasari, segera menikah. Setelah
meminta nasihat Sunan Gunung Jati, gurunya,
keinginan ayahnya tersebut disetujui Putri
Selapandan dengan syarat calon suaminya
harus pria yang memiliki ilmu lebih dari
dirinya.
Meskipun telah banyak yang meminangnya, ia
tidak bisa menerimanya begitu saja dengan
berbagai macam alasan dan pertimbangan.
Oleh karenanya kemudian ia pun mengadakan
sayembara untuk maksud tersebut, sejumlah
pangeran, pendekar, maupun rakyat biasa
dipersilakan berupaya menjajal kemampuan
kesaktian sang putri. Siapapun yang sanggup
mengalahkannya dalam ilmu bela diri maka
itulah jodohnya. Banyak diantaranya pangeran
dan ksatria yang mencoba mengikutinya tetapi
tidak ada satu pun yang berhasil. Seperti Ki
Pekik, Ki Gede Pekandangan, Ki Gede
Kapringan serta pendatang dari negeri Cina, Ki
Dampu Awang atau Kyai Jangkar berhasil
dikalahkannya.
Hingga akhirnya Pangeran Soka memasuki
arena sayembara. Meskipun keduanya tampak
imbang, namun karena faktor kelelahan Nyi
Mas Gandasari pun akhirnya menyerah dan
kemudian berlindung di balik Sunan Gunung
Jati.
Namun, Pangeran Soka terus menyerangnya
dan mencoba menyerang Nyi Mas Gandasari
dan hampir saja mengenai kepala Sunan
Gunung Jati. Tetapi sebelum tangan Pangeran
Soka menyentuh Sunan Gunung Jati,
Pangeran Soka menjadi lemas tak berdaya.
Sunan Gunung Jati pun kemudian
membantunya dan menyatakan bahwa tidak
ada yang menang dan tidak ada yang kalah.
Namun, kemudian keduanya dinikahkan oleh
Sunan Gunung Jati.
Selain berjasa dalam syiar Islam di Cirebon
dan sekitarnya, Syarif Sam dikenal sebagai
tokoh ulama yang mempunyai ilmu
kanuragan tinggi pada zamannya. Ia
membangun semacam pesanggrahan yang
dijadikan sebagai tempat ia melakukan syiar
Islam dan mempunyai banyak pengikut.
Sampai dengan akhir hayatnya, Syekh
Magelung Sakti dimakamkan di Karangkendal,
dan sampai sekarang tempat tersebut selalu
diziarahi orang dari berbagai daerah.
Di situs makam Syekh Magelung Sakti terdapat
sumur peninggalan tokoh ulama tersebut,
padasan kramat, depok (semacam pendopo)
Karangkendal, jramba, kroya, pegagan,
dukuh, depok Ki Buyut Tersana, dan
pedaleman yang berisi pesekaran, paseban,
serta makam Syekh Magelung Sakti sendiri.
Berjauhan dengan makam suaminya Syekh
Magelung Sakti, makam Nyi Mas Gandasari
terdapat di Panguragan, sehingga ia kemudian
dikenal juga sebagai Nyi Mas Panguragan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar