Rabu, 11 Januari 2012

malaikat dan setan

Segala
sesuatu
mempunyai
dua kutub
berbeda.
Ada kanan
ada kiri. Ada
bawah ada
atas, ada
pintar ada
pula bodoh,
ada baik ada
buruk, ada
malaikat dan
ada pula
setan. Begitu
juga manusia, dalam dirinya manusia punya dua
sisi tersebut. Terkadang malaikat yang lebih
dominan, namun di lain waktu setanlah yang
menguasai.
Saat kita melihat seseorang dengan pakaian
compang-camping mengais sampah untuk
mencari nasi, hati ini tergugah untuk memberinya
makan makanan yang layak seperti yang kita
makan. Degan memberinya sepiring nasi
sepertinya kita sudah menjadi malaikat yang
telah menjadi penolong orang lain.
Di sisi lain saat ada seseorang berbuat kesalahan,
kita sulit sekali memaafkannya, menampakkan
muka angkuh di hadapannya, menyiratkan
pandangan kebencian terhadapnya, bahkan
menyapanyapun tidak mau. Tetapi saat itu kita
tidak merasa diri ini setan bukan?
Rasulullah mengajarkan “saat tangan kanan
memberi maka tangan kiri tidak boleh tahu”.
Tetapi apa yang kita lakukan? Saat tangan kanan
memberi, dengan sengaja ia mengundang
tangan kiri untuk mendampinginya. Apakah
manusia merasa dirinya setan dalam situasi
seperti ini?
Ada orang merasa dirinya besar jika ia mampu
pergi ke Tanah Suci. Berdoa dan didoakan
menjadi haji yang mabrur. Menunaikan haji dan
pulang membawa air zam-zam dan pernak-
perniknya, mengajak kumpul para tetangga dan
mengeluarkan banyak harta untuk disedekahkan.
Namun, ia berbangga dengan gelar hajinya, tidak
boleh orang memanggilnya “Bapak Fulan” tetapi
harus “Bapak Haji Fulan”. Orang-orang dibuat
bingung akan kehadiran Fulan ini. Haruskah ia
dipuji seperti malaikat ataukan dicaci seperti setan?
Manusia selalu merasa dirinya malaikat tetapi tidak
pernah merasa dirinya setan meskipun ia seorang
pembunuh, koruptor, perampok, ataupun
perampas hak-hak orang kecil. Topeng malaikat
terlalu kuat melekat dalam hati manusia sehingga
menyamarkan jatidirinya. Orang-orang tidak
dapat lagi membedakan yang mana malaikat dan
yang mana setan. Mereka memuji-muji sang
setan dan mencaci sang malaikat. Mengikuti yang
salah dan mengabaikan kebenaran sehingga
membentuk topeng-topeng malaikat baru dalam
jiwa-jiwanya.
Kita tidak pernah menyadari yang mana setan
dan yang mana malaikat dalam diri ini. Namun
yang harus kita sadari adalah mereka ada dalam
jiwa kita. Manusia itu sendirilah yang
menghidupkan salah satu dari mereka. Malaikat
akan hidup dengan cinta, kasih sayang,
memaafkan, rendah hati. Sedangkan setan akan
hidup dengan benci, dendam, prasangka, dan
kesombongan. Kembali kepada manusia itu
sendiri sisi mana yang ingin ia hidupkan.
Wallahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar