Sabtu, 28 Januari 2012

kepemimpinan punakawan kontroversial

Kepemimpinan Punakawan Kontroversial
Dalam cerita wayang sebagaimana kisah-kisah
dalam legenda lainnya, terdapat kelompok
antagonis. Dalam cerita wayang tokoh-tokoh
antagonis berasal dari negri seberang atau
Sabrangan. Punakawan Togog atau Tejamantri,
Sarawita dan Mbilung merupakan punakawan
kontroversif yang selalu membimbing tokoh
pembesar antagonis, para “ksatria” angkara
murka (dur angkara), hingga para pimpinan
raksasa jahat. Sebut saja misalnya Prabu
Dasamuka, Prabu Niwatakawaca, Prabu
Susarma, hingga para kesatria dur angkara dari
Mandura seperti Raden Kangsa dan seterusnya.
Pada intinya Ki Lurah Togog dkk selalu berada di
pihak tokoh antagonis, sehingga disebut sebagai
bala kiwa. Namun demikian bukan berarti
kelompok punakawan ini memiliki karakter buruk.
Ciri fisik Togog dkk memiliki mulut yang lebar.
Artinya mereka selalu berkoar menyuarakan
kebaikan, peringatan (pepeling) kepada
majikannya agar tetap waspada dan eling,
menjadi manusia jangan berlebihan. Ngono ya
ngono ning aja ngono. Manusia harus mengerti
batas-batas perikemanusiaan. Sekalipun akan
mengalahkan lawan atau musuhnya tetap harus
berpegang pada etika seorang kesatria yang
harus gentle, tidak pengecut, dan tidak
memenangkan perkelahian dengan jalan yang
licik. Sekalipun menang tidak boleh menghina dan
mempermalukan lawannya (menang tanpa
ngasorake). Itulah ajaran Ki Lurah Togog dkk
yang sering kali diminta nasehat dan saran oleh
para majikannya. Namun toh akhirnya setiap
nasehat, saran, masukan, aspirasi yang
disampaikan Ki Lurah Togog dkk tetap saja tidak
pernah digubris oleh majikannya mereka tetap
setia. Ki Lurah Togog dkk walaupun menjabat
posisi sentral sebagai penasehat, pengasuh dan
pembimbing, yang selalu bermulut lantang
menyuarakan pepeling, seolah peran mereka
hanya sebagai obyek pelengkap penderita.
Walaupun Ki Lurah Togog dkk selalu gagal
mengasuh majikannya para kesatria dur angkara,
hingga sering berpindah majikan untuk bersuara
lantang mencegah kejahatan. Bukan berarti
mereka tidak setia. Sebaliknya dalam hal kesetiaan
sebagai kelompok penegak kebenaran, Ki
Lurah togog patut menjadi teladan baik. Karena
sekalipun sering dimaki, dibentak dan terkena
amarah majikannya, Ki Lurah Togog dkk tidak
mau berkhianat. Sekalipun selalu gagal memberi
kritik dan saran kepada majikannya, mereka tetap
teguh dalam perjuangan menegakkan keadilan.
Dan lagi-lagi, mereka selalu dimintai saran dan
kritikan, namun serta-merta diingkari pula oleh
majikan-majikan barunya. Itulah nasib Togog
dkk, yang mengisyaratkan nasib rakyat kecil yang
selalu mengutarakan aspirasi dan amanat
penderitaan rakyat namun tidak memiliki
bargaining power. Ibarat menyirami gurun,
seberapapun nasehat dan kritikan telah
disiramkan di hati para “pemimpin” dur angkara,
tak akan pernah membekas dalam watak para
majikannya. Barangkali nasib kelompok
punakawan Ki Lurah Togog dkk mirip dengan apa
yang kini dialami oleh rakyat Indonesia. Suara hati
nurani rakyat sulit mendapat tempat di hati para
tokoh dan pejabat hing nusantara nagri. Sekalipun
sekian banyak pelajaran berharga di depan mata,
namun manifestasi perbuatan dan kebijakan
politiknya tetap saja kurang populer untuk
memihak rakyat kecil. By sabdalangit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar