Sabtu, 28 Januari 2012

ki lurah semar badranaya

Kelompok Ki Lurah Semar Badranaya
Kelompok ini terdiri Semar, Gareng,
Petruk, dan Bagong (Sunda: Cepot). Mereka
menggambarkan kelompok punakawan yang
jujur, sederhana, tulus, berbuat sesuatu tanpa
pamrih, tetapi memiliki pengetahuan yang sangat
luas, cerdik, dan mata batinnya sangat tajam. Ki
Lurah Semar, khususnya, memiliki hati yang
“nyegoro” atau seluas samudra serta kewaskitaan
dan kapramanan-nya sedalam samudra. Hanya
satria sejati yang akan menjadi asuhan Ki Lurah
Semar. Semar hakekatnya sebagai manusia
setengah dewa, yang bertugas mengemban/
momong para kesatria sejati.
Ki Lurah Semar disebut pula Begawan
Ismaya atau Hyang Ismaya, karena eksistensinya
yang teramat misterius sebagai putra Sang
Hyang Tunggal umpama dewa mangejawantah.
Sedangkan julukan Ismaya artinya tidak wujud
secara wadag/fisik, tetapi yang ada dalam
keadaan samar/semar. Dalam uthak-athik-gathuk
secara Jawa, Ki Semar dapat diartikan guru sejati
(sukma sejati), yang ada dalam jati diri kita. Guru
sejati merupakan hakekat Zat tertinggi yang
terdapat dalam badan kita. Maka bukanlah hal
yang muskil bila hakekat guru sejati yang
disimbolkan dalam wujud Ki Lurah Semar,
memiliki kemampuan sabda pendita ratu,
ludahnya adalah ludah api (idu geni). Apa yang
diucap guru sejati menjadi sangat bertuah, karena
ucapannya adalah kehendak Tuhan. Para kesatria
yang diasuh oleh Ki Lurah Semar sangat
beruntung karena negaranya akan menjadi adil
makmur, gamah ripah, murah sandang pangan,
tenteram, selalu terhindar dari musibah.
Tugas punakawan dimulai sejak
kepemimpinan Prabu Herjuna Sasrabahu di
negeri Maespati, Prabu Ramawijaya di negeri
Pancawati, Raden Sakutrem satria Plasajenar,
Raden Arjuna Wiwaha satria dari Madukara,
Raden Abimanyu satria dari Plangkawati, dan
Prabu Parikesit di negeri Ngastina. Ki Lurah Semar
selalu dituakan dan dipanggil sebagai kakang,
karena dituakan dalam arti kiasan yakni ilmu
spiritualnya sangat tinggi, sakti mandraguna,
berpengalaman luas dalam menghadapi pahit
getirnya kehidupan. Bahkan para Dewa pun
memanggilnya dengan sebutan “kakang”.
Kelompok punakawan ini bertugas :
1. Menemani (mengabdi) para bendhara
(bos) nya yang memiliki karakter luhur
budi pekertinya. Tugas punakawan adalah
sebagai “pembantu” atau abdi sekaligus
“pembimbing”. Tugasnya berlangsung
dari masa ke masa.
2. Dalam cerita pewayangan, kelompok ini
lebih sebagai penasehat spiritual,
pamomong, kadang berperan pula
sebagai teman bercengkerama, penghibur
di kala susah.
3. Dalam percengkeramaannya yang
bergaya guyon parikena atau saran,
usulan dan kritikan melalui cara-cara yang
halus, dikemas dalam bentuk kejenakaan
kata dan kalimat. Namun di dalamnya
selalu terkandung makna yang tersirat
berbagai saran dan usulan, dan sebagai
pepeling akan sikap selalu eling dan
waspadha yang harus dijalankan secara
teguh oleh bendharanya yang jumeneng
sebagai kesatria besar.
4. Pada kesempatan tertentu punakawan
dapat berperan sebagai penghibur selagi
sang bendhara mengalami kesedihan.
5. Pada intinya, Ki Lurah Semar dkk bertugas
untuk mengajak para kesatria asuhannya
untuk selalu melakukan kebaikan atau
kareping rahsa (nafsu al mutmainah).
Dalam terminologi Islam barangkali
sepadan dengan istilah amr ma’ruf.
Adapun watak kesatria adalah: halus, luhur
budi pekerti, sabar, tulus, gemar menolong, siaga
dan waspada, serta bijaksana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar